AKTUALISASI DIRI
Salah satu kebutuhan dasar manusia untuk tetap hidup normal adalah
aktualisasi diri. Manusia perlu mencari lingkungan (atau kalau perlu
menciptakannya sendiri) di mana ia bisa benar-benar menghayati
keberadaannya. Setiap orang ingin merasakan nikmatnya menjadi orang yang
berarti bagi sekitarnya. Tidak ada orang yang mau diabaikan.
Semasa saya SD dulu, aktualisasi diri adalah topik yang terabaikan dari
pendidikan. Tugas guru adalah mendiktekan pelajaran, sementara murid
mencatatnya. Kemudian guru akan memberi tugas dan PR, dan kita wajib
mengerjakannya, tentu saja. Interaksi antara guru dan murid sebatas
mendikte dan mencatat saja.
Ada masa-masanya ketika saya merasa saya tidak pernah benar-benar ada di
kelas. Untungnya, saya ini keras kepala dan bandel. Kalau guru
memang berniat mengabaikan keberadaan saya di kelas, maka ada saja ide untuk
membuat ulah, sehingga menarik perhatian para guru, bahkan kepala
sekolah. Tapi jangan salah, saya bukan anak bodoh. Nilai saya
selalu bagus (kecuali untuk Bahasa Sunda). Itulah sebabnya para guru
selalu bingung ketika hendak memarahi saya.
Nyaris tidak pernah saya keluar dari urutan sepuluh besar di kelas.
Tapi saya merasa tidak benar-benar ada. Guru nyaris tidak pernah
menanyakan pendapat saya dalam hal apa pun. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan pada murid hanyalah semacam tes untuk menguji kualitas hapalan.
Tapi tidak ada yang menanyakan pendapat murid. Mengapa? Karena
murid memang dianggap tidak penting.
Seperti yang sudah saya bilang, saya beruntung dilahirkan sebagai anak yang
keras kepala. Ketika sekolah berusaha mengubur keberadaan saya, saya
malah makin keras melawannya. Segala cara harus dilakukan agar mereka
tahu bahwa saya ada. Segala cara, lembut atau keras! Ini adalah
peperangan yang harus dijalani oleh semua murid sekolah, paling tidak pada
masa-masa itu. Sebagian orang tidak mampu menghadapi gempuran, dan
akhirnya menyerah. Mereka akhirnya benar-benar percaya bahwa dirinya
tidak ada.
Orang-orang yang tidak menghayati keberadaan dirinya selalu memiliki harga
diri yang rendah. Mereka selalu mengambil tempat duduk di belakang.
Jantungnya berdegup kencang ketika guru memanggil namanya. Ia tidak akan
mengacungkan tangan dan maju ke depan untuk mengerjakan soal yang diberikan
oleh guru. Ia tidak akan pernah maju, karena kakinya hanya mengenal
gerakan mundur. Ia bisa, tapi tidak mampu. Ia tidak akan pernah
mencicipi manisnya kemenangan, karena ia tidak pernah bersaing.
Seorang selebriti, wanita cantik yang masih muda dan seksi yang telah dikenal
namanya oleh nyaris seluruh penduduk dunia datang ke sebuah kota untuk
mengadakan konser. Promotor konser, seperti biasa, harus siap dengan
segala permintaan para artis, mulai dari yang wajar sampai yang edan.
Selebriti itu minta 3 kamar hotel berbintang lima di-
booking
untuknya (padahal badannya hanya butuh satu tempat tidur), seluruh dindingnya
ditempel dengan kertas dinding berwarna kesukaannya, sebotol
champagne
mewah yang harganya ratusan ribu rupiah per botol siap menunggu di kamar, empat
macam bunga yang ditebar di lantai kamar, dijemput dengan limosin, dan karpet
merah menunggu di lobi hotel. Dua kamar yang tidak digunakannya jelas
mubazir, kertas dindingnya mengganggu pandangan,
champagne pilihannya
tidak pernah disentuh, bunga-bunga di lantai kamar tidak pernah ada manfaatnya,
limosin yang digunakan tidak membuatnya terkesan, dan karpet merah itu cuma
sepanjang empat puluh langkah saja.
Ia masih muda dan cantik, penghasilannya cukup untuk tujuh turunan, dan apa
yang dilakukannya selalu jadi sorotan. Mengapa ia masih meminta yang
tidak-tidak? Mengapa ia masih saja selalu meminta perhatian orang
lain? Mengapa ia tidak ubahnya seperti anak bayi yang menangis hanya
untuk memanggil ibunya?
Jauh dalam lubuk hatinya, ia tahu bahwa ia tidak pernah berguna bagi orang
lain. Apa yang dilakukannya hanyalah bernyanyi dan melenggak-lenggokkan
tubuh seksinya. Penonton terhibur menonton video klip sepanjang empat
menit, lalu apa? Orang-orang mendengar seluruh isi albumnya selama sejam,
lalu apa? Jutaan lelaki berfantasi kotor dengannya, lalu apa?
Sejujurnya, tidak ada hal besar yang pernah ia lakukan untuk orang lain.
Semuanya tidak berarti, bahkan bagi dirinya sendiri. Orang-orang kagum
melihatnya, tapi ia sendiri muak dengan cermin.
Hati kecil tidak berbohong. Seorang tukang cukur yang
bahagia lebih beruntung daripada selebriti dunia yang ingin bunuh
diri. Tukang cukur merasa benar-benar 'ada'. Tanpa
mereka, bumi akan dipenuhi oleh orang-orang dengan rambut berantakan. Apa
jadinya dunia tanpa seorang penyanyi seksi? Tidak masalah. Toh
masih banyak yang lainnya yang sama seksinya. Mereka bergelimang harta,
tapi tidak pernah benar-benar berarti bagi dunia. Ketika kecantikannya
mulai meluntur, orang-orang pun ramai-ramai meninggalkannya. Kamera malas
meliputnya, dan namanya pun mulai dilupakan.
Kamera dan surat kabar memang tidak pernah (atau jarang sekali) memuat kisah
seorang tukang cukur.
So what? Faktanya tetap : semua
orang membutuhkan tukang cukur. Mungkin inilah sebabnya banyak artis
bunuh diri, sementara jarang sekali tukang cukur yang melakukan kebodohan yang
sama. Tukang cukur lebih unggul dalam hal aktualisasi diri. Mereka
benar-benar ada, dan benar-benar dibutuhkan.
Kesimpulan Yang Saya Dapat..
Aktualisasi diri adalah menjalankan hidup sebaik
mungkin dan menjadikan hidup kita bermanfaat bagi diri sendiri dan orang yang
berada di sekitar kita..
SEKIAN,.,.,.,.,