Rabu, 30 November 2011

AKTUALISASI DIRI


AKTUALISASI DIRI

Salah satu kebutuhan dasar manusia untuk tetap hidup normal adalah aktualisasi diri.  Manusia perlu mencari lingkungan (atau kalau perlu menciptakannya sendiri) di mana ia bisa benar-benar menghayati keberadaannya.  Setiap orang ingin merasakan nikmatnya menjadi orang yang berarti bagi sekitarnya.  Tidak ada orang yang mau diabaikan. 
Semasa saya SD dulu, aktualisasi diri adalah topik yang terabaikan dari pendidikan.  Tugas guru adalah mendiktekan pelajaran, sementara murid mencatatnya.  Kemudian guru akan memberi tugas dan PR, dan kita wajib mengerjakannya, tentu saja.  Interaksi antara guru dan murid sebatas mendikte dan mencatat saja.
Ada masa-masanya ketika saya merasa saya tidak pernah benar-benar ada di kelas.  Untungnya, saya ini keras kepala dan bandel.  Kalau guru memang berniat mengabaikan keberadaan saya di kelas, maka ada saja ide untuk membuat ulah, sehingga menarik perhatian para guru, bahkan kepala sekolah.  Tapi jangan salah, saya bukan anak bodoh.  Nilai saya selalu bagus (kecuali untuk Bahasa Sunda).  Itulah sebabnya para guru selalu bingung ketika hendak memarahi saya.
Nyaris tidak pernah saya keluar dari urutan sepuluh besar di kelas.  Tapi saya merasa tidak benar-benar ada.  Guru nyaris tidak pernah menanyakan pendapat saya dalam hal apa pun.  Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada murid hanyalah semacam tes untuk menguji kualitas hapalan.  Tapi tidak ada yang menanyakan pendapat murid.  Mengapa?  Karena murid memang dianggap tidak penting.
Seperti yang sudah saya bilang, saya beruntung dilahirkan sebagai anak yang keras kepala.  Ketika sekolah berusaha mengubur keberadaan saya, saya malah makin keras melawannya.  Segala cara harus dilakukan agar mereka tahu bahwa saya ada.  Segala cara, lembut atau keras!  Ini adalah peperangan yang harus dijalani oleh semua murid sekolah, paling tidak pada masa-masa itu.  Sebagian orang tidak mampu menghadapi gempuran, dan akhirnya menyerah.  Mereka akhirnya benar-benar percaya bahwa dirinya tidak ada.
Orang-orang yang tidak menghayati keberadaan dirinya selalu memiliki harga diri yang rendah.  Mereka selalu mengambil tempat duduk di belakang.  Jantungnya berdegup kencang ketika guru memanggil namanya.  Ia tidak akan mengacungkan tangan dan maju ke depan untuk mengerjakan soal yang diberikan oleh guru.  Ia tidak akan pernah maju, karena kakinya hanya mengenal gerakan mundur.  Ia bisa, tapi tidak mampu.  Ia tidak akan pernah mencicipi manisnya kemenangan, karena ia tidak pernah bersaing.
Seorang selebriti, wanita cantik yang masih muda dan seksi yang telah dikenal namanya oleh nyaris seluruh penduduk dunia datang ke sebuah kota untuk mengadakan konser.  Promotor konser, seperti biasa, harus siap dengan segala permintaan para artis, mulai dari yang wajar sampai yang edan.  Selebriti itu minta 3 kamar hotel berbintang lima di-booking untuknya (padahal badannya hanya butuh satu tempat tidur), seluruh dindingnya ditempel dengan kertas dinding berwarna kesukaannya, sebotol champagne mewah yang harganya ratusan ribu rupiah per botol siap menunggu di kamar, empat macam bunga yang ditebar di lantai kamar, dijemput dengan limosin, dan karpet merah menunggu di lobi hotel.  Dua kamar yang tidak digunakannya jelas mubazir, kertas dindingnya mengganggu pandangan, champagne pilihannya tidak pernah disentuh, bunga-bunga di lantai kamar tidak pernah ada manfaatnya, limosin yang digunakan tidak membuatnya terkesan, dan karpet merah itu cuma sepanjang empat puluh langkah saja.
Ia masih muda dan cantik, penghasilannya cukup untuk tujuh turunan, dan apa yang dilakukannya selalu jadi sorotan.  Mengapa ia masih meminta yang tidak-tidak?  Mengapa ia masih saja selalu meminta perhatian orang lain?  Mengapa ia tidak ubahnya seperti anak bayi yang menangis hanya untuk memanggil ibunya?
Jauh dalam lubuk hatinya, ia tahu bahwa ia tidak pernah berguna bagi orang lain.  Apa yang dilakukannya hanyalah bernyanyi dan melenggak-lenggokkan tubuh seksinya.  Penonton terhibur menonton video klip sepanjang empat menit, lalu apa?  Orang-orang mendengar seluruh isi albumnya selama sejam, lalu apa?  Jutaan lelaki berfantasi kotor dengannya, lalu apa?  Sejujurnya, tidak ada hal besar yang pernah ia lakukan untuk orang lain.  Semuanya tidak berarti, bahkan bagi dirinya sendiri.  Orang-orang kagum melihatnya, tapi ia sendiri muak dengan cermin.
Hati kecil tidak berbohong.  Seorang tukang cukur yang bahagia lebih beruntung daripada selebriti dunia yang ingin bunuh diri.  Tukang cukur merasa benar-benar 'ada'.  Tanpa mereka, bumi akan dipenuhi oleh orang-orang dengan rambut berantakan.  Apa jadinya dunia tanpa seorang penyanyi seksi?  Tidak masalah.  Toh masih banyak yang lainnya yang sama seksinya.  Mereka bergelimang harta, tapi tidak pernah benar-benar berarti bagi dunia.  Ketika kecantikannya mulai meluntur, orang-orang pun ramai-ramai meninggalkannya.  Kamera malas meliputnya, dan namanya pun mulai dilupakan.
Kamera dan surat kabar memang tidak pernah (atau jarang sekali) memuat kisah seorang tukang cukur.  So what?  Faktanya tetap : semua orang membutuhkan tukang cukur.  Mungkin inilah sebabnya banyak artis bunuh diri, sementara jarang sekali tukang cukur yang melakukan kebodohan yang sama.  Tukang cukur lebih unggul dalam hal aktualisasi diri.  Mereka benar-benar ada, dan benar-benar dibutuhkan.
Kesimpulan Yang Saya Dapat..
Aktualisasi diri adalah menjalankan hidup sebaik mungkin dan menjadikan hidup kita bermanfaat bagi diri sendiri dan orang yang berada di sekitar kita..
SEKIAN,.,.,.,.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar