Banjir
Masyarakat
yang sudah bertahun-tahun tinggal di Jakarta, tentu sudah tidak asing lagi akan
terjadinya banjir. “Banjiir banjiirrr banjiiirr..!!!!” Sepertinya orang Jakarta
sudah begitu akrab dengan istilah kata “banjir”. Setaip kali hujan deras
sedikit saja pasti langsung banjir. Arus Urbanisasi yang semakin kencang dan
anarkis mebuat Jakarta semakin padat dan memperbesar peluang penecemaran air di
Jakarta. Dalam satu abad terakhir, banjir tetap merupakan bencana yang penting
di Indonesia ditinjau dari sisi frekuensinya (tercatat 108 kali dari
keseluruahan 343 peristiwa bencana penting atau 33,3%). Selain itu, bencana
banjir kerap melanda beberapa aglomerasi besar seperti Jakarta (13,22 juta
penduduk).
Tetapi
menurut beberapa kalangan, banjir seperti tempat rekreasi ataupun
bersenang-senang. Seperti anak-anak di lingkungan saya, ketika banjir tiba
mereka begitu gembira, karena bisa bermain air, menangkap ikan dan lain
sebagainya. Banyak warga yg memilih untuk pergi ketempat keluargannya yang lain
ketika banjir melanda, bahkan ada juga warga yang memilih untuk tetap tinggal
dirumahnnya, (tergantung ketinggian air). Biasanya ketua RT atau kelurahan
menyalurkan bantuan berupa makanan, obat-obatan selimut, tempat evakuasi kepada
kepala keluaraga yang rumahnnay terkena banjir.
Lalu bagaimana mengatasi masalah banjir ini?? Apa
dengan memperbesar bantaran kali, membersihkan sampah di selokan??? Jawabannya
iya, tapi menurut saya kurang tepat. Penyebab utama permasalahan banjir adalah
kurangnnya daerah resapan air. Ada beberapa hak asasi alam yang seharusnya
tidak boleh di salah gunakan. Leuweung larangan dan leuweung tutupan merupakan
suatu kawasan yang tidak boleh dirubah dan diganggu gugat dari keadaan asalnya,
baik habitatnya maupun sistemnya. Wilayah ini diperuntukkan sebagai zona
penyedia kebutuhan pelestarian sumber kehidupan. Lalu daerah mana yang boleh
digarap oleh manusia? Leuweung Baladaheun lah yang menjadi pusat aktivitas
keduniawian masyarakat. Wilayah ini berfungsi Sebagai pusat produksi dan
ekonomi masyarakat (pemukiman, perkebunan, pertanian, perikanan, dll). Tetapi
banyak juga manusia yang tidak bertanggung jawab menyalahgunakan leuweung
larangan dan tutupan untuk kepentingan bisnis dan dirinya sendiri tanpa
memikirkan kepentingan orang banyak, dengan mendirikan bangunan gedung-gedung
bertingkat yang semakin banyak menjadikan alih fungsi lahan, yang asalnya tanah
resapan dan hak alam berganti menjadi beton-beton yang jumlahnnya semakin
meningkat tak terkendali. Ini menjadi tanggung jawab kita semua dalam
memelihara bumi kita ini dan kelangsungan hidup manusia, dengan dukungan dari
pemerintah setempat saya yakin banjir tidak akan menjadi kebiasaan warga
Jakarta lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar